GENERASI RABBIY RADHIYA

Oleh: Suwarno

(Masjid Salman ITB)

Jika kita mengikuti informasi yang berkembang di media masa, betapa negeri ini sedang dihinggapi hal yang tidak baik dan menuju pada titik kehancuran. Bangsa ini yang dahulu begitu ramah kini berubah menjadi begitu kasar dan tidak bersahabat. Bangsa ini yang dahulu begitu gotong royong, kini menjadi begitu egois. Memikirkan diri sendiri, korupsi di mana-mana, penindasan di mana-mana. Bukan hanya oleh individu tapi kelompok. Tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi namun banyak yang secara terang-terangan. Banyak pengamat yang pesimis dengan masa depan bangsa ini. Namun banyak juga dari pengamat yang optimis dengan masa depan bangsa ini.

Bangsa adalah kumpulan kelompok masyarakat yang terdiri dari keluarga-keluarga dan individu. Menilai karakter sebuah bangsa berarti melihat karakter dari masyarakat, keluarga dan yang terkecil adalah karakter dari individu di dalamnya. Seorang individu mestinya memiliki kegelisahan akan generasi selanjutnya, terlebih jika generasi terebut tidak sesuai dengan harapan dan sunnah Allah. Dalam QS. An-Nisa ayat 9 disebutkan bahwa “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang meninggalkan dibelakangnya itu generasi yang lemah yang mereka khawatir akan masa depan mereka.

Kita sebagai kaum muslim mesti khawatir jika meninggalkan generasi yang lemah. Maka dari itu, kita harus mempersiapkan generasi yang kuat yang  bisa membawa masa depan Islam. Rasulullah juga menyampaikan dalam sebuah hadits, “Muslimun qawwiyyun ahabba ilallah minal muslimun dhoifun.” Muslim yang kuat lebih Allah cintai daripada muslim yang lemah. Karena itu sudah semstinya kaum muslimin dalam level individu, keluarga, dan masyarakat, haruslah menjadi muslim yang kuat.

Mempersiapkan generasi yang kuat makin maju, makin mendapatkan kesulitan dan menemui tantangan yang lebih sulit. Dibandingkan dengan berpuluh-puluh tahun yang lalu, masa kini jauh lebih sulit untuk mencetak generasi yang kuat dan siap menghadapi tantangan zaman. Namun kita memiliki pedoman hidup yaitu Al-Qur’anul karim, yang didalamnya menuliskan bagaimana orang-orang terdahulu dan para sahabat rasul mencetak generasi-generasi yang kuat yang mampu memikul tanggung jawab risalah, yang bisa menjaga islam hingga akhir zaman.

Kita dapat belajar dari Nabi Ibrahim, bagaimana beliau mendidik anaknya menjadi anak yang kuat. Belajar dari pendekatan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim yaitu beliau selalu bermunajat kepada Allah, agar generasinya menjadi generasi yang diridhoi oleh Allah. Kemudian beliau mendampingi generasinya. Dalam QS. Ash Shaffat ayat 100, menuliskan tentang do’a inda yang selalu dipanjatkan oleh nabi Irahin, “Rabbi habli minashshalihin”  Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku generasi yang shaleh. Do’a ini langsung dijawab oleh Allah dengan lahirnya seorang putra yaitu nabi Ismail, diusianya yang telah lanjut, yaitu 70 tahun, yang diijelaskan pada ayat berikutnya di surat yang sama.

Dalam QS. Albaqarah : 127-128, “Dan ingatlah ketika Ibrahim membangun baitullah bersama Ismail, kemudian mereka berdo’a, ‘ Ya Tuhan kami terimalah amal-amal kami sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan jadikanlah generasi di belakang kami, generasiyang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami manasik haji kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau maha penerima taubat dan penyayang.’.

Begitulah ibrah yang dicontohkan oleh nabi Ibrahim di dalam Al-Qur’an dalam mendidik generasi Rabbiy Radhiyya  atau’ generasi yang diridhai Allah’, yaitu dengan mendampingi dan selalu memanjatkan do’a pada Allah:

“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan generasi dibelakangku sebagai orang-orang yng menegakkan shalat. Ya Tuhan kami perkenankanlah do’a ini”.

Do’a ini yang akhirnya menjadikan generasi beliau generasi-generasi Rabbani yang menyampaikan agama Tauhid, bahkan hingga kita saat ini. Hampir semua nabi merupakan keturunan langsung dari Nabi Ibrahim, bahkan Nabi Muhammad pun juga merupakan keturunan langsung dri Nabi Ibrahim, sehingga Nabi Ibrahim disebut sebagai Bapak para nabi.

Dalam kisah yang lain, dicontohkan oleh seseorang yang saleh meski dia belum jelas nabi atau bukan, dialah Luqmanul Hakim. Ia memberikan contoh yang baik sekali dalam mempersiapkan generasi Rabbiy Rhadiya. Dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 13, dikisahkan bagaimana Luqmanul Hakim seorang bapak, yang memberikan nasihat-nasihat kepada anaknya. Untuk mempersiapkan generasi tersebut menurut Luqmanul Hakim, terdapat empat hal yang harus dilakukan:

Pertama adalah menanamkan Tauhid  sampai merasuk kedalam hati sanubari dan menjauhkan dari syirik. Ia berkata, “ Hai anakku, janganlah kamu pempersekutukan Allah. Seseungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah kedzaliman yang nyata.”.

Kedua, menanamkan sikap bersyukur kepada Allah dan hormat pada kedua orangtua. Dalam QS. Luqman : 14 “Dan Tuhan wajibkan kamu berbuat baik kepada kedua orangtua, ibumu telah mengandungmu dalam keadaan lemah dan bertambah lemah. Ibumu juga telah menyusuimu, maka bersyukurlah kepadaku dan bersyukur kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada Akulah kamu kembali”.

Ketiga, menanamkan sifat bertanggungjawab. Dalam hal ini pertanggungjawaban yang bersifat ukhrowi, karena sesungguhnya setiap jiwa akan mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya. Dalam QS. Luqman ayat 16, “Wahai anakku sesungguhnya jika ada suatu perbuatan yang sangat kecil meski sebesar biji sawi,  meski perbuatan itu di dalam batu, atau di tempat yang sangat jauh di atas langit, ataupun tersenbunyi di tempat yang dalam di dalam bumi. Niscaya Allah akan memperhitungkan. Sesunguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”  Luqmanul hakim menanamkan pada anaknya bahwa apapun yang kita lakukan allah pasti mengetahuinya, maka berhati-hatilah dan jangan berbuat yang dibenci oleh Allah, sehingga ia akan kuat iman dan kuat akhlaqnya.

Keempat, menanamkan semangat untuk mendirikan shalat, beramar ma’ruf nahi mungkar yang berarti membangun peradaban dan bersabar saat menghadapi musibah.

Kelima, “Hai anakku janganlah kamu memalingkan wajahmu dari manusia karena sombong. Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan angkuh. Karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang membanggakan diri lagi sombong.”

Keenam, generasi dambaan adalah yang hidup sederhana dan berlaku lembut. “Hai anak-anakku, sederhanalah kamu dalam berjalan dan berkehidupan. Lembutkanlah suaramu, sesungguhnya sburuk-buruk suara adalah suara keledai.”

Itulah cara Luqmanul hakim menyiapkan generasinya, karena sesunguhnya ia pun risau bilamana ia meninggalkan generasi yang lemah di belakangnya. Berkaca pada kondisi masyarakat saat ini, maka nasihat-nasihat dari Luqmanul Hakim kepada anaknya bisa dijadikan contoh dan teladan yang bisa diterapkan untuk mendidik generasi muda saat ini.

Kehancuran suatu negeri dari berbagai sejarah seringkali bermula dari kerusakan akhlaq negeri itu. Para pemimpin dan pembesar telah menjauhan diri dari Allah. Kejahatan telah merajalela sehingga akhirnya digantikan dengan generasi yang lebih Allah cintai. Kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang mayorias muslim ini, bisa menjadi semakin baik, bukan semakin buruk dan lemah. Generasi yang kuat tauhidnya, kuat ilmunya, kuat fisiknya dan kuat akhlaknya.

Memperbaiki akhlak Negara tentu harus dimulai dengan memperbaiki akhlak individu di dalamnya, karena kebaikan individu akan berkontribusi pada kebaikan pada keluarga. Keluarga yang baik akan berkontribusi pada kebaikan akhlah masyarakat, yang kemudian berkontriusi pada kebaikan akhlak sebuah bangsa dan ummat.

Mariah kita berdo’a kepada Allah agar kita diberikan kekuatan untuk bersama-sama mambangun masyarakat dan generasi yang kuat, sehingga kita bisa terbebas dari azab Allah swt.

*) Diambil dari Khutbah Jum’at di Masjid Salman ITB; **) Guru Besar Institut Teknologi Bandung, Pengurus YPM Salman ITB

Leave a comment