PEMANDU PERADABAN

Oleh: Umar Fauzi

(Institut Teknologi Bandung)

Jika diumpamakan perjalanan bangsa-bangsa dalam pengembangan sains dan tenologi atau dalam perjalanan peradaban manusia, sebagai rangkaian gerbong lokomotif yang sedang melaju, bisa jadi umat Islam sedang berada di gerbong belakang, dan lokomotif yang ada di depan adalah negara-negara yang maju dalam sains dan teknologi seperti yang telah kita ketahui. Umat Islam yang ada pada gerbong belakang tidak tahu akan dibawa kemana, bahkan barangkali tidak mengetahui jalan yang akan kita lalui selanjutnya. Akankah posisi kita akan terus seperti ini?

Bangsa dengan penduduk mayoritas muslim, sampai saat ini masih tertinggal dalam hal IPTEK dan Sains. Mari kita renungkan QS Ali imran ayat 110, “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan beriman kepada Allah. Sekiranya para ahli kitab itu beriman, tentu itu lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan dari mereka fasik.” Itulah firman Allah, disebutkan bahwa kita adalah ummat terbaik. Lalu dengan kodisi umat muslim saat ini, kapankah kita akan memandu peradaban?

Mungkinkah kita akan menjadi pemandu peradaban ini? Profesor Segret Honke, seorang ahli sejarah sains dalam bukunya mencoba mengkaji mengapa pada sekitar abad ke-6 sampai  abad ke-14 yang lalu, peradaban Islam dapat berkembang dengan pesat dan menguasai dunia. Beliau mempertanyakan mengapa justru orang-orang Badui yang hidup nomaden yang memandu peradaban saat itu, bukan peradaban Romawi atau Persia. Menurut beliau, setidaknya ada empat alasan yang mungkin terjadi. Pertama, umat Islam saat itu mememiliki keimanan yang kuat. Kedua, disiplin dalam menjalankan kewajiban agama. Ketiga, kebersamaan untuk saling membantu dan bersinergi. Keempat, adalanya contoh panutan yang dimulai dari Rasulullah saw. Itulah sebabnya umat muslim yang sedikit bisa memimpin peradaban mengalahkan dua kekuatan yang besar.

Betapa banyak kondisi dimana bangsa kecil yang kemudian bisa mengalahkan kekuatan bangsa yang besar, dengan pertolongan Allah. Beberapa kisah tersebut diabadikan dalam Al-Qur’an, misalnya dalam QS.Al-Baqarah ayat 249 menceritkan bagaimana Talut bersama tentaranya,  “Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata ‘Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah.’ Dan Allah beserta orang-orang yang bersabar. Kemudian mereka berdoa, ‘Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.”

Dalam ayat yang lain Allah berfirman, “Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan badar, padahal ketika itu kau adalah orang-orang yang lemah. Karena itu bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu mesyukurinya.” (QS. Ali  Imran :123)

Kita semua menyadari bahwa sampai saat ini perkembangan IPTEK, sains dan seni masih dipegang oleh orang-orang yang berpaham sekuler, yaitu memisahkan antar tiga hal tadi dengan agama. Terlepas dari nilai-nilai yang terkandung didalamnya, pemisahan antara IPTEK, sains dan seni dengan agama tentu akan berdampak besar pada kehidupan kita. Misalnya saja, banyak bahan pengawet yang diambil dari daging babi yang diharamkan atau penggunaan vaksin meningitis yang mengandung minyak babi untuk jama’ah haji dan umroh juga demikian. Mungkinkah perkembangan sains dan teknologi tanpa disertai petunjuk Allah swt akan mendekatkan diri kita pada Sang Pencipta?

Kegiatan ilmiah adalah perpaduan antara dzikir dan pikir mengingat Rabbul Alamin. Sehingga setiap proses kegiatan ilmiah akan mendekatkan diri kita pada Allah. Allah berfirman, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi Ulil Albab. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau dalam keadaan berbaring. Dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata, ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka.’” Hal ini perlu kita sadari agar kita bisa meluruskan niat kita dalam menguasai IPTEK, sains dan seni.

Allah berfirman, “Demi masa, sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian, kecuali yang saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.” (QS. Al-Ashr : 1-3). Sudah menjadi tugas kita untuk saling tolong menolong dan mengingatkan sesama, demi menyongsong kemajuan teknologi, sanis dan seni agar kita menjadi bangsa yang mampu memimpin peradaban.

“Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah kamu bersedih hati, padahal kamu adalah orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang yang berman. Jika kamu pada perang uhud mendapat luka, maka sesungguhnya kaum kafirpun mendapat luka yang sama pada perang badar. Dan masa kejayaan itu kami pergilirkan diantara manusia agar mereka mendapat pelajaran. Agar Allah dapat membedakan mana yang beriman dan mana yang kafir diantara kamu. Dan agar yang sebagian itu Allah jadikan gugur sebagai syuhada. Allah tidak menyukai orang-orang yang dzalim. Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman dari dosa mereka dan membinasakan orang-orang kafir.” (QS. Ali-Imran:139-141)

Dasawarsa kedepan boleh jadi Allah akan menggilirkan generasi kita, umat Islam untuk memimpin peradaban dunia, tentu saja jika kita harus berusaha keras dengan penuh semangat untuk meraihnya.

*) Diambil dari Khutbah Jum’at di Masjid Salman ITB; **) Guru Besar Institut Teknologi Bandung, Pengurus YPM Salman ITB

Leave a comment